Fokuskini – The Devil Wears Prada terus menghibur publik penggemar dengan liku-liku musiknya yang tidak terduga lewat singel baru, “For You.”
Makna kisah cinta yang terungkap melalui mata seseorang yang sangat setia kepada pasangannya yang tidak pernah bisa benar-benar membalas.
Suara keputusasaan yang bertemu dengan kesetiaan buta — lagu yang menyentuh hati dan sinematik untuk mereka yang patah hati.
“Ini adalah The Devil Wears Prada dalam bentuk yang paling ekspansif, dan langkah yang berani menuju evolusi berikutnya dari suara kami. Kami tidak hanya mendorong batasan — kami mendefinisikannya kembali.”
Dalam pesan video baru-baru ini, vokalis The Devil Wears Prada yaitu Mike Hranica menyatakan tentang kemajuan sesi penulisan lagu untuk album lanjutan band tersebut setelah album “Color Decay” yang dirilis tahun 2022
“Kami di Toronto sedang bekerja, seperti biasa. Kami hanya ingin memberikan sedikit kabar terbaru kepada semua penggemar dan pendengar kami,” sambungnya.
Gitaris dan vokalis The Devil Wears Prada, Jeremy DePoyster menambahkan keterangan, “Pada dasarnya, selama dua atau tiga tahun terakhir, kami menghabiskan seluruh waktu tidak dalam perjalanan, hanya menyewa studio dan rumah sewa dan sebagainya, menulis begitu banyak musik, hanya mengerjakan apa yang akan datang setelah Color Decay.”
“Itu adalah momen yang sangat besar bagi kami, dan benar-benar menemukan suara kami pada jenis lagu yang ingin ditulis dan cerita yang ingin disampaikan,” tambahnya.
“Saya rasa, kita masih punya banyak hal buruk di kepala kita untuk dikatakan ke dunia,” lanjutnya.
“Bahkan lagu seperti ‘For You’, itu lagu cinta, tapi lagu cinta yang sangat menyedihkan,” jelas Mike.
Ia menambahkan, “Jon (kibordis Jonathan Gering) selalu mengatakan — yah, kita semua, aku rasa, membilang bahwa kita tidak bisa menulis lagu yang menyenangkan. Namun, saya juga berpikir bahwa kami telah menciptakan begitu banyak lagu.”
“Saya pikir, dulu ketika membuat album-album awai, kami pada dasarnya menulis sekitar 12 lagu dan bersepakat, ‘Baiklah, ini (hasil karya) kami.’ Dan sekarang kami, seperti punya lusinan dan lusinan. Sekarang sudah berbeda.”
“Prosesnya cukup panjang sejak merilis ‘Color Decay’ dan mengalami momen itu serta melakukan banyak tur konser keliling dunia dan sebagainya,” ungkap Mike lagi.
“Sekarang kami sedang menggarap banyak lagu dan menyempurnakannya. Ya, selalu berhasil. Dan kami bersemangat untuk terus memproduksinya dan merilisnya.”
TDWP telah menorehkan enam debut Top 5 berturut-turut di tangga lagu Billboard Top Hard Rock Albums termasuk “Dead Throne” (2011), “8:18” (2013), “Space” (2015), “Transit Blues” (2016 ), “The Act” (2019) dan “ZII” (2021).
Yang terakhir ini menjadi sekuel dari salah satu proyek mereka yang paling dicintai — “Zombie” keluaran tahun 2010.
Setelah mini album tersebut, TDWP melampaui seperempat miliar streaming dan penayangan kumulatif.
Selama tahun 2021, para musisi ini pindah ke tempat persembunyian terpencil di Wisconsin dan Desert Hot Springs, California.
Kibordis/programmer Jonathan Gering mengambil alih kendali sebagai produser, bekerjasama erat untuk menyusun arsitektur sonik yang kaya untuk apa yang kemudian mulai dikenal publik sebagai “Color Decay.” (dari berbagai sumber)