“Evelyn”: Kolaborasi Reflektif Rifofo dan Gandhi Shiro

Galeri Seni LEISURE TIME MOMENTUM Muziek! Reka Gaya Tempo Doeloe

FOKUSKINI – “Evelyn” adalah karya musik hasil kolaborasi antara Rifo Octavian a.k.a Rifofo dengan Gandhi Prasetya a.k.a Gandhi Shiro.

Rifo adalah produser musik muda yang telah merilis debut singel berjudul “Karma Yoga” (akhir 2018) dan disusul dengan “Time Flex”(awal 2019) yang berkolaborasi dengan musisi dari Bandung dan Bali. Dalam kedua karya tersebut, Rifo menunjukkan cirinya yang bernuansa kontemporer.

Gandhi adalah pelaku seni yang aktif dalam kreasi musik dan tari di UKTK (Unit Kegiatan Tari dan Karawitan) Universitas Airlangga, Surabaya sejak 2002.

Gandhi juga tergabung dalam grup musik keroncong kontemporer Atas Nama Bangsa dan komunitas jajan pasar (perkusi) yang telah melahirkan sejumlah komposisi musik.

Selain keduanya berhubungan keluarga (sepupu), keputusan berkolaborasi tumbuh dari kesamaan visi dalam seni. Walaupun Rifo dan Gandhi tinggal berjauhan (Jakarta dan Surabaya).

Tema musik Jawa Timuran (berhubungan dengan Surabaya) awalnya disampaikan oleh Gandhi kepada Rifo sehingga keduanya berdiskusi, selain tentang musik yang dikerjakan juga tentang tema yang akan diangkat.

Keduanya lalu sepakat untuk mengangkat tema yang reflektif, dengan balutan vokal berbahasa Osing dari Banyuwangi dan ritmis yang terinspirasi dari dangdut koplo yang identik dengan suara instrumen gendang.

Tema reflektif yang dimaksud berhubungan dengan pengalaman Rifo dan Gandhi yang sama-sama tinggal dalam lingkup urban (perkotaan), yang menurut keduanya ternyata berpengaruh pada kelokalan. Pendapat tersebut sepertinya bukan hal baru karena sudah banyak juga yang berpendapat demikian.

Uniknya dalam karya yang diberi judul “Evelyn”ini, Rifo dan Gandhi dalam keterangan pers membayangkan keadaan kelokalan yang terpengaruh oleh keurbanan tersebut dalam wujud manusia. Secara mendasar, manusia selain sebagai unsur kehidupan perkotaan juga adalah entitas yang dapat memilih untuk bertindak tertentu dalam keadaan yang tertentu pula.

Hal tersebut seperti ditunjukkan dalam video musik “Evelyn” yang menampilkan figur seorang wanita muda berpakaian berwarna merah yang sedang berada di lingkungan perkotaan.

Pada bagian refrain, terlihat wanita tersebut menari yang berpadu dengan tarian oleh para penari dari UKTK Universitas Airlangga, namun tidak di tempat yang sama. Sementara refrain “Evelyn” berlirik bahasa Osing, yaitu “Isun ora gelem sambat maning… yoorooo…” yang berarti “Saya tidak mau mengeluh lagi…”

Walaupun Evelyn awalnya terlihat gamang saat berjalan dan berpapasan dengan orang-orang kota, dirinya kemudian menari dengan bebas, seolah tidak peduli dengan keadaan sekitar, bersama para penari yang direkam di Surabaya. Perbedaan tempat tersebut yang menunjukkan, bahwa Evelyn walaupun sempat kebingungan akhirnya merasa bebas dengan kembali pada tradisi, pada seni, dan pada diri yang bisa memilih.

Rifo dan Gandhi menyadari bahwa hal yang digambarkan dalam video musik dan refrain, bukan hal yang mudah untuk dilakukan atau terjadi. Kesadaran untuk kembali ke akaran mungkin berbenturan dengan realita yang lebih besar, seperti kehadiran dan teknologi dan budaya instan yang tidak dapat dipungkiri juga telah menjadi bagian keseharian.

Ternyata malah sebaliknya, keadaan yang seakan tak terbantahkan tersebut membuka peluang bagi Rifo dan Gandhi untuk memilih dalam bersikap, termasuk memilih merepresentasikan musik dengan figur manusia. Bisa jadi dia adalah Evelyn, bisa jadi itu adalah kegamangan kita, dan kita pun bisa memilih untuk memandang “Evelyn” sebagai siapa atau apa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ forty six = fifty three