Fokuskini – Ada dua warisan estetis yang ditinggalkan oleh pelukis Widayat (1919-2002) untuk penghayat seni rupa Indonesia — utamanya Yogyakarta, yaitu lukisan Dekora Magis dan Greng.
Yang pertama adalah karya seni rupa, benda budaya, dan obyek artistik yang memampukan Widayat terpandang sebagai salah satu pelukis Indonesia terkemuka pasca generasi Affandi, Hendra Gunawan, dan Sudjojono.
Yang kedua adalah semacam kata kunci Widayat untuk mengidentifikasi dan/atau menilai lukisan. Seturut kata kunci itu, sebuah lukisan yang tersimpulkan baik-apik bila terdapat Greng.
Atas kata kunci itulah pameran “Seni Rupa Tribute to 100 tahun H Widayat” ini mengambil judul Greng. Dengan kedua warisan itu, nama Widayat tetap bertakhta di lidah dan hati penghayat seni rupa Indonesia, utamanya di Yogyakarta, sekalipun ia telah berada di alam baka sejak 17 tahun lalu.
Pameran ini, mengutip keterangan tertulis Wahyudin sebagai kuratornya, lebih dari sekadar perayaan atas 100 tahun usia Widayat, merupakan ikhtiar kreatif — pikiran, perasaan, dan tanggapan — 15 perupa muda Semarang atas dua warisan estetis Widayat tersebut dalam bahasa visual seturut kadar dan kecenderungan artistik, atau sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi mereka.
Secara praksis, mereka diundang untuk memamerkan karya-karya seni rupa yang mereka anggap Greng, atau merupakan tafsir estetis mereka atas Greng atau Decora Magis atau riwayat kreatif Widayat.
Kelima belas perupa itu adalah Andy Sueb, Angga Aditya, Bagus Panuntun, Dedy Juddah, Denny AP., Deny Renanda, Fadhul Baqi, Galang Irnanda, Heru Prasetyo, Jimmy Boy, Richo Lyaldhi, Rudy Murdock, Una, W Putra Pembayun, Wizka Zakaria. Eksibisinya berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta pada 22-30 Oktober mendatang.