Sektor industri masih memberikan kontribusi terbesar pada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional sepanjang triwulan II tahun 2020 dengan mencapai 19,87 persen. Guna menjaga kinerja sektor industri, Pihak pemerintah berkomitmen untuk memberikan stimulus atau insentif yang dibutuhkan saat ini.
“Kami akan terus melakukan berbagai upaya strategis agar industri manufaktur tetap berproduksi dan berdaya saing di tengah pandemi Covid-19. Misalnya, memberikan fleksibilitas bagi dunia usaha untuk beroperasi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, lewat keterangannya jelang akhir pekan lalu.
Menperin menjelaskan, salah satu bentuk dukungan yang telah diberikan agar dunia usaha bisa beroperasi di tengah pandemi adalah dengan penerbitan izin operasional mobilitas dan kegiatan industri (IOMKI) pada awal triwulan II-2020. Dengan penerbitan IOMKI, diharapkan dapat membantu perekonomian Indonesia tidak terpuruk terlalu dalam.
Menjalankan pemulihan ekonomi nasional secara simultan dengan penanganan pandemi Covid-19. Artinya, mendorong aktivitas sektor industri, juga harus tetap mengikuti protokol kesehatan yang ketat.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, terjadinya kontraksi 5,74 persen pada industri pengolahan nonmigas pada triwulan II-2020 yang disebabkan oleh wabah Covid-19. Sementara itu, di periode yang sama, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan (y-o-y).
Namun demikian, Menperin optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal membaik pada kuartal III-2020. “Saya amat yakin triwulan III ini akan rebound,” ungkapnya. Apalagi telah banyak mengeluarkan stimulus kepada pelaku industri, termasuk sektor industri kecil menengah (IKM) untuk menggairahkan kembali kinerja mereka.
“Yang terbaru kami telah mengusulkan untuk penghapusan biaya minimum listrik 40 jam nyala bagi industri. Khusus untuk sektor industri, kami mempersiapkan adanya stimulus khusus modal kerja yang dapat dinikmati oleh sektor industri, termasuk bagi pelaku IKM,” sebutnya.
Lebih lanjut, Menperin mengatakan, pihaknya terus memantau dan mendorong semaksimal mungkin agar stimulus-stimulus yang telah diberikan pihak pemerintah kepada sektor industri dapat segera terealisasi dan terasa manfaatnya.
Agus menyatakan, pihaknya akan terus menjaga momentum peningkatan indeks PMI nasional agar bisa kembali menembus level 50,0 pada kuartal III/2020. “Kami juga akan menjaga momentum peningkatan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia agar bisa kembali menembus level 50,0 pada kuartal III-2020,” imbuhnya.
Merujuk hasil survei yang dirilis IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia pada bulan Juli 2020 berada di level 46,9 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya dengan 39,1 poin. Peningkatan ini juga menunjukkan peningkatan kepercayaan bisnis terhadap kondisi pasar yang lebih normal.
Meskipun di tengah kondisi perekonomian nasional yang mengalami kontraksi dalam pada triwulan II-2020, terdapat sektor industri manufaktur yang masih mencatatkan kinerja positif. Sektor tangguh tersebut, meliputi industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh sebesar 8,65 persen.
Capaian itu meningkat dibanding triwulan I-2020 yang tumbuh 5,59 persen. Akeselerasi pertumbuhan sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional ini didukung karena peningkatan dari permintaan domestik terhadap obat-obatan atau suplemen dalam upaya menghadapi wabah Covid-19.
“Peningkatan PMI manufaktur Indonesia pada kuartal III-2020, akan bergantung pada sektor manufaktur yang utilitasnya dapat meningkat signifikan, yakni sektor-sektor yang memiliki permintaan domestik tinggi seperti industri farmasi, alat kesehatan, serta makanan dan minuman,” ungkap Agus.
Berdasarkan data BPS, pada triwulan II-2020, sektor industri logam dasar tumbuh 2,76 persen. Kinerja positif ini karena peningkatan kapasitas produksi besi-baja di Sulawesi Tengah. Selain itu, peningkatan ekspor logam dasar, di antaranya komoditas ferro alloy nickel dan stainless steel.
Berikutnya, industri kertas dan barang dari kertas percetakan dan reproduksi media rekaman yang tumbuh 1,10 persen. Capaian ini didukung dari peningkatan produksi kertas di beberapa sentra produksi seperti Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Selain itu, permintaan luar negeri yang mengalami pertumbuhan.
Sektor lainnya, industri makanan dan minuman yang tumbuh 0,22 persen. Adapun, angka tersebut meningkat sekitar 1,87 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan sektor ini diidukung peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil/PKO).
Menurut Menteri AGK, yang perlu dilakukan untuk menggenjot kinerja industri saat ini salah satunya dengan mengoptimalkan sisi permintaan pasar, sehingga penyerapan terhadap produk-produk industri manufaktur di Indonesia bisa terjadi. “Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Stimulus bagi dunia industri akan terus kami gulirkan agar aktivitas industri bisa kembali normal,” tuturnya.
Guna meningkatkan daya saing sektor industri, Agus menambahkan, pemerintah akan mengintegrasikan peta jalan substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022 dengan implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0. Sebab, penggunaan teknologi dapat menurunkan biaya operasional dan meningkatkan produktivitas.
“Selain pengurangan impor, strategi lainnya adalah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor manufaktur yang anjlok ke level 40% pada awal masa pandemi,” ujarnya. Menperin menargetkan angka tersebut akan terus naik ke kisaran 60% pada akhir 2020, sehingga bisa kembali ke kondisi sebelum pandemi di kisaran 75% pada akhir 2021.