Kinerja ekspor Indonesia pada Juli 2020 menunjukkan peningkatan ditengah perlambatan perekonomian global. Kinerja ekspor Indonesia pada periode tersebut mencapai USD 13,7 miliar atau naik 14,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun impor menurun sebesar 2,7 persen dibandingkan Juni 2020 (MoM).
“Kita mulai melihat penguatan rantai nilai domestik dimana para pelaku ekonomi lebih mengoptimalkan ketersedian produk-produk di dalam negeri. Momentum penguatan rantai nilai domestik ini harus dipertahankan sebagai motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkap Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Menurut Mendag, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan, baik pada Juli 2020 maupun secara kumulatif pada periode Januari—Juli 2020. Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2020 surplus USD 3,3 miliar, naik hampir tiga kali lipat dibandingkan Juni 2020 yang surplus USD 1,2 miliar.
“Peningkatan tersebut didorong perbaikan neraca perdagangan nonmigas dengan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Bahkan neraca nonmigas Indonesia dengan Singapura pada Juli 2020 kembali surplus, setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit,” jelas Mendag.
Mendag menyampaikan, secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari—Juli 2020 surplus USD 8,7 miliar. Capaian pada semester pertama 2020 lebih baik dari periode yang sama tahun 2019 yang mengalami defisit USD 2,2 miliar. “Perbaikan neraca perdagangan ini dikarenakanterjadinya penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspornya,” ungkapnya.
Produk ekspor nonmigas yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah logam mulia, perhiasan/permata (HS 71), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87). Ekspor logam mulia dan perhiasan/permata paling banyak ditujukan ke Swiss, Hong Kong, dan Singapura. Sementara kendaraan dan bagiannya diekspor ke Filipina, Vietnam, dan Jepang.
“Peningkatan nilai ekspor logam mulia disebabkan adanya kenaikan harga emas dunia pada Juli 2020 sebesar 6,6 persen (MoM). Sedangkan peningkatan ekspor kendaraan dan bagiannya menunjukkan produk otomotif asal Indonesia semakin kompetitif dan digemari di pasar Asia,” terang Mendag.
Namun secara tahunan, ekspor nonmigas pada Januari—Juli 2020 turun sebesar 4,0 persen seiring dengan kondisi perekonomian global yang belum pulih akibat pandemi Covid-19. Pada Juni 2020, IMF memperkirakan pertumbuhan perekonomian global 2020 mengalami penurunan 4,9 persen.
Pada Triwulan II 2020, banyak negara tujuan ekspor Indonesia yang telah memasuki masa resesi ekonomi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturutturut. Negara tujuan ekspor tersebut di antaranya Jepang, Singapura, Filipina, Hongkong, Jerman, Italia, Spanyol, Arab Saudi, Inggris, Belgia, dan Prancis.
Meskipun demikian, ekspor nonmigas Indonesia pada Januari—Juli 2020 masih mencatatkan peningkatan ke beberapa pasar utama yaitu Tiongkok naik 11,8 persen, Australia (9,8 persen), Pakistan (5,9 persen), dan Amerika Serikat (1,5 persen). Produk ekspor yang meningkat secara signifikan ke Tiongkok adalah paduan ferro nikel, besi tahan karat, dan tembaga; ke Australia adalah amonium nitrat, emas, dan mentega kakao; ke Pakistan adalah minyak sawit olahan, serat stapel buatan, dan batu bara; serta ke Amerika Serikat adalah portable receiver, udang, dan minyak sawit olahan.
Mendag juga mengungkapkan, impor Indonesia pada Juli 2020 turun 2,7 persen atau sebesar USD 10,5 miliar dibanding Juni 2020 yang tercatat sebesar USD 10,8 miliar. Dilihat dari jenis barang impor, hal ini disebabkan turunnya impor barang konsumsi sebesar 21 persen dan turunnya impor bahan baku/penolong sebesar 2,5 persen.
Barang impor yang mengalami penurunan terbesar adalah kendaraan dan bagiannya (HS 87), gula dan kembang gula (HS 17), serta sayuran (HS 07). Penurunan impor gula dikarenakan sudah masuknya musim panen tebu, sehingga produksi gula dalam negeri mulai meningkat.
Penurunan impor sayuran dikarenakan aturan impor hortikultura untuk bawang putih dan bawang bombay sudah kembali normal, setelah sebelumnya diterapkan kebijakan relaksasi impor.
Mendag menambahkan, secara kumulatif pada Januari—Juli 2020 total impor mencapai USD 81,4 miliar atau turun sebesar 17,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan impor ini dipicu melemahnya impor seluruh jenis barang. Impor barang modal turun 19 persen, impor barang konsumsi turun 7,2 persen; dan bahan baku/penolong turun 18 persen.
“Selain itu, penurunan impor merupakan dampak dari terganggunya rantai nilai global sebagai akibat pandemi Covid-19. Penurunan impor juga terjadi seiring dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 sehingga banyak aktivitas industri yang umumnya membutuhkan bahan baku penolong maupun barang modal asal impor terpaksa dihentikan,” Mendag menyayangkan.