“Yellow Fever” dari Pyra untuk Perempuan Asia yang Tertindas

Agenda Baru Fit Afiat Galeri Seni Layar Info LEISURE TIME MOMENTUM Muziek! Reka Gaya Video Opsi

Fokuskini – Setelah merilis singel terbaru “yellow fever”, musisi pop dystopian visioner asal Thailand, Pyra merilis video musik untuk lagunya tersebut yang turut menampilkan Ramengvrl serta musisi asal Jepang, Yayoi Daimon. Melalui persembahan visual yang mencolok dan berani, ketiganya mengutarakan kejijikan mereka terhadap fetishme dan sejumlah stereotip yang kerap dikaitkan kepada wanita Asia.

Banyak yang mungkin bertanya mengapa topik tersebut diangkat sekarang melalui musik pop. Pyra adalah seorang musisi yang membahas berbagai isu sosial dan kultural melalui musiknya. “Melalui video-videoku, aku rasa sangat penting untuk mempersembahkan sesuatu yang belum pernah dibuat oleh siapapun. Aku tidak suka memberi sesuatu yang diinginkan orang lain— itu membosankan. Aku suka dengan kejutan. Tidak ada yang mendapatkan apa yang mereka mau di duniaku. Selalu aneh. Selalu menegangkan. Kamu dapat selalu menanti hal-hal yang tidak terduga dari Pyra,” ujar Pyra mengenai pendekatannya yang jauh dari konvensional.

Di lagu “yellow fever”, dibalut dengan dark humor yang berani, Pyra mengekspresikan kejijikannya dan kekesalannya terhadap kekerasan terkait ras yang kerap dialami perempuan Asia — fetishme menjijikan, stererotip, peran gender yang sudah tidak relevan, dan cultural appropriation. Isu-isu tersebut memang jarang dibahas di ranah musik pop, namun Pyra bertekad untuk membawa perubahan melalui musiknya, untuk memberikan kuasa kepada orang-orang yang kerap ditindas, khususnya wanita-wanita Asia.

“Banyak laki-laki yang datang ke Thailand mencari happy ending di Soi Cowboy. Banyak laki-laki pergi ke Tokyo dengan harapan mereka akan berujung di sebuah hotel di Shinjuku dengan wanita-wanita Jepang yang mereka kerap tonton di Pornhub. Namun hal pertama yang mereka selalu katakan adalah Ni Hao,” ujar Pyra. 

“Fetishme terhadap tubuh orang-orang Asia dan ketidakpekaan terhadap budaya Asia sangat tinggi. Wanita-wanita Asia kerap dinilai submisif dan aku ingin mengubah itu. Saat ini banyak wanita menjadi pemimpin, CEO, dan pemilik bisnis. Orang-orang harus mengubah mindset yang mereka miliki di kepala mereka. Wanita-wanita Asia seperti Ramengvrl, Yayoi Daimon, dan aku adalah kebalikan dari apa yang dunia harap dari kami sebagai wanita Asia. Kami mengatakan apa yang kami pikiran. Kami tahu apa yang kami mau. Kami tegas dan berani. Kepada semua perempuan di luar sana, jika kamu merasa mampu, kamu tidak perlu meragukannya.”

Pyra tidak ragu untuk membahas topik-topik yang jarang dibahas melalui musiknya. Ia bertekad untuk menciptakan karya-karya yang memulai sebuah diskusi dengan tujuan untuk membawa perubahan positif.

Genre dystopian pop Pyra, yang dipadukan dengan unsur musik hip hop dan alternatif serta sentuhan musik khas Asia, dengan tegas mengusung gerakan-gerakan yang dekat dengan Pyra — keadilan sosial, perubahan iklim, feminisme, kesehatan mental, dan spiritualitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

78 − seventy one =