Fokuskini – Aksi demo ribuan karyawan salah satu perusahaan alat kesehatan di Jakarta Barat yang mengeluhkan perihal memburuknya kesejahteraan mereka karena makin menurun pasca masih banyaknya alat kesehatan khususnya alat swab antigen impor yang digunakan dan beredar dipasaran. Memperoleh simpati masyarakat banyak termasuk dari organisasi masyarakat Pemuda Batak Bersatu (PBB) yang turut kesal dengan realitas saat ini para produsen alat kesehatan dalam negeri merugi sehingga terpaksa memangkas biaya produksi, dan berimbas dengan pengurangan karyawan pekerjanya dalam beberapa bulan terakhir.
Pemuda Batak Bersatu (PBB) melalui Ketua Umum Lambok F Sihombing, mengaku prihatin dengan kondisi tersebut, dimana diantaranya menimpa nasib sebagian anggota PBB.
Lambok menambahkan, rekan-rekannya banyak berkeluh kesah kepada dirinya dan berharap PBB dapat membantu nasib mereka.
“Kami sangat prihatin dan menyayangkan masalah tersebut karena mereka rekan-rekan Kami semua dan terancam dirumahkan. Kami telah berkomunikasi dengan pihak pemilik pabrik untuk menanyakan apa yang melatarbelakangi mereka merumahkan sebagian besar karyawannya. Ternyata masalahnya adalah pabrik ini tidak dapat memasarkan produk mereka di pasaran dalam negeri akibat dari banyaknya produk impor yang masih beredar,” terang lanjut Lambok ketika ditemui awak media di Kantor PBB yang berlokasi di kota Bekasi, Jawa Barat.
Lebih lanjut Lambok mengatakan, bahwa dirinya mendapatkan infromasi, dan salah satunya adalah terkait lelang pengadaan alat swab antigen yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia senilai Rp 129 miliar.
“Kami tidak tahu apa yang melatarbelakangi Kemenkes mematok harga sangat mahal, sehingga produk-produk lokal yang presentase produksinya tinggi, tidak dipakai oleh pihak pemerintah. Padahal pemerintah Indonesia sering menggaungkan untuk mengutamakan memakai produk dalam negeri. Di sini Kami menduga adanya kerugian negara yang sangat besar karena adanya permainan,” ungkap Lambok.
Menurut data yang dipegang Lambok, ada beberapa penawaran dari produsen lokal dengan harga kisaran Rp 30 Ribu per 25 pcs (produk jual) alat swab antigen. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Kemenkes justru melirik produk dengan harga yang jauh lebih mahal yakni Rp 86 ribu per 10 pcs alat swab antigen.
Disamping itu, Lambok juga mengutarakan bahwa Ia tidak habis pikir kenapa beberapa Badan Usaha Milik Negara tidak memakai alat swab antigen produk lokal dalam kesehariaannya seperti KAI dan RNI, tetapi justru memakai alat kesehatan impor yang secara harga jauh lebih mahal. Sementara perusahaan penerbangan yang berasal dari negara lain yakni Lion Air, malah menggunakan produk dalam negeri yang secara harga jauh lebih murah yaitu Rp 35 ribu bahkan sudah termasuk jasa dan surat keterangan hasil pemeriksaan untuk mendapatkan jadwal penerbangan.
Oleh karenanya, Lambok meminta kepada KPK, BPK dan Kejaksaan Agung untuk memonitor lelang pengadaan alat swab antigen yang dilakukan Kemenkes tersebut agar negara terhindar dari kerugian yang sangat besar. Di samping itu, menurut perhitungan Lambok berdasarkan data yang ia dapat, negara bakal mengalami kerugian kurang lebih Rp 84 miliar dari proyek lelang pengadaan alat swab antigen oleh Kemenkes.
“Kami tidak tahu bagaimana dengan proyek-proyek pengadaan alat swab antigen Kemenkes yang sebelumnya. Namun yang pasti, menurut Kami banyak produk-produk lokal yang sudah teruji secara klinis dan layak pakai serta izin edarnya juga sudah keluar, terlebih lagi harga juga lebih murah ketimbang produk impor, tetapi kenapa tidak digunakan oleh pemerintah? Itu yang Kami sangat sayangkan,” tegas Lambok.