FOKUSKINI – “Agama tanpa budaya ibarat ruh tanpa jasad. Agama tanpa budaya, ibarat jasad tanpa busana. Agama tanpa budaya, bagaikan langit tanpa bulan dan bintang,” ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terkait perayaan Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke-93, di hadapan para peserta yang memadati Masjid Raya KH Hasyim Asyari, Jakarta Barat pada jelang akhir pekan.
Tradisi ziarah, istighatsah, tahlilan, manaqiban, ratiban dan diba’an merupakan persenyawaan antara ajaran agama dengan budaya. Maka ajaran islam di Nusantara terasa begitu indah, mudah dan mempesona. Hal semacam inilah yang terus dikembangkan oleh NU dan Nahdliyin dari sejak lahir hingga hari ini dan mendatang.
“Nahdlatul Ulama bertahan hampir satu abad karena dibangun diatas landasan yang kokoh dalam paham keagamaannya, yaitu menghimpun tradisi teks dan nalar, sehingga pemahaman keagamaan yang dikembangkannya tidak hanya bersifat tekstual, tapi juga kontekstual,” kata Menteri Agama dalam keterangannya.
Menurutnya, semangat kembali kepada Alquran dan sunnah jangan sampai mengekang nalar, sehingga beragama terasa ketat dan kaku. Namun, perhatian terhadap akal yang berlebihan, hingga mengabaikan teks juga bisa membuat agama tercerabut dari akarnya.
“Teks keagamaan, baik itu Alquran maupun hadits, tidak boleh diabaikan atas nama pembaharuan atau tajdid. Keseimbangan antara tradisi teks dan nalar itulah salah satu aspek penting wasathiyyah (moderasi) dalam ber-islam,” tegas Menag Lukman Hakim.
Moderasi Aswaja ala NU ini, kata dia, perlu dan semakin relevan untuk dihadirkan dan disuarakan dalam wacana keagamaan sebuah masyarakat yang beragam agama, budaya dan etnik. Konsep jamaah bukan hanya menggambarkan sebuah perkumpulan, tetapi sesuai makna bahasanya yang berasal dari kata jama’a (berkumpul).
“Jama’ah harus bisa menghimpun dan mengayomi keragaman yang ada, selama semuanya menuju kepada jalan-jalan kedamaian,” tambah Lukman Hakim.
Kementerian Agama terus menggulirkan program moderasi beragama untuk kebersamaan umat. Untuk itu, Menag Lukman Hakim berharap, NU dan pemerintah dapat terus bersinergi dalam mengokohkan moderasi beragama, dengan perspektif Islam Ahlussunah waljamaah untuk kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang lebih toleran dan penuh damai.