“Hoi!”: Kado Perantauan Budaya dari Iwan Jaconiah

Agenda Baru Galeri Seni LEISURE TIME MOMENTUM Podium

Fokuskini (Siaran Pers) – Penyair yang juga kulturolog, Iwan Jaconiah telah meluncurkan buku kumpulan puisi berjudul “Hoi!” Puisi-puisinya mengusung pesan kemanusiaan tentang diaspora Indonesia di Negeri Rusia. 

Bagi pria asal Nusa Tenggara Timur itu, buku “Hoi!” adalah momentum sebagai penanda dalam kiprah perjalanan kepenyairannya. Iwan tidak sekadar menulis. Namun, dirinya juga memasuki sekaligus meresapi kehidupan selama merantau di negeri kelahiran sastrawan Alexander Pushkin, itu. 

Buku tersebut memiliki benang merah yang saling mengikat antara satu sajak dengan yang lainnya. Yaitu, pandangan sang penyair melihat Indonesia dari negeri seberang sehingga tanpa disadari menumbuhkan rasa kebangsaannya. 

Identitas kultural oriental yang Iwan usung dalam beberapa sajak, terasa kuat dan bernas. Apalagi, dalam pengembaraanya, dia berjumpa dengan berbagai manusia berlatar budaya berbeda di dataran Eropa Timur itu. 

Buku “Hoi!” diterbitkan oleh Terbit Press, sebuah penerbit independen di Kota Bogor, Jawa Barat yang tumbuh pasca-reformasi. Buku tersebut pertama kali muncul pada 2018 atas saran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Namun, Iwan tidak sempat meluncurkan sebab dia harus kembali melanjutkan pendidikan program Culturology (Ph.D) di Russian State Social University. 

Kini, “Hoi!” akhirnya menetas secara sangat sederhana. Bertepatan kepulangannya ke Tanah Air untuk liburan Natal dan Tahun Baru. Peluncuran buku dibuka oleh Direktur Operasional PT Eka Boga Inti (HokBen) Sugiri Willim, Ketua Dewan Redaksi Media Group Usman Kansong, dan Deputi Gubernur DKI Jakarta Suharti Sutar. 

Para seniman dan sastrawan yang turut hadir ikut membaca puisi pada acara peluncuran buku tersebut, yaitu Sihar Ramses Simatupang , Frans Ekodhanto Purba, Tanti Saragih, Englandiva Akyla pembaca sastra, dan Hilmi Faiq. 

Iwan menulis semua puisinya pada tarikh masehi 2015-2018 di tanah rantau Rusia. Titimangsa seperti di Saint Petersburg, Murmansk, Kazan, Ufa, Tula, dan sebagainya menjadi tempat proses kreatifitas sang penyair berambut gondrong itu. 

Pertemuan dengan diaspora Indonesia-Rusia akibat korban peralihan kekuasaan masa lalu dari Orde Lama ke Orde Baru, tidak lepas dari pengamatannya. Iwan menuangkannya lewat sejumlah puisi, antara lain berjudul “Dari Kremlin Sampai Tula“, “Yang Terbuang dan Yang tak Pulang“, “Yang Terlupakan dari Angkatannya“, dan “Hoi! Moskwa itu Surga“. 

Namun, ada pula tema tentang kerinduannya pada kampung halaman. Seperti, “Kaliningrad“, “Timur Matahari“, dan “Hoi! I-VII“. Semuanya terangkum dengan gaya bahasa yang lugas, mudah dipahami, dan penuh metafora. Iwan mampu menuangkan ide-ide lewat karya puisi secara bermakna. 

Budayawan Remy Sylado dalam testimoninya di buku “Hoi!” menjelaskan bahwa; “Di antara pesastra-pesastra Indonesia pembuka abad XXI, haruslah disebut dengan apresiasi semadyanya pada nama Iwan Jaconiah, orang berbobot dari bumi Timor,” tulisnya. 

Peraih Kusala Sastra Khatulistiwa (2002) itu menyebutkan bahwa Iwan belajar sastra jauh-jauh sampai di Moskow, tanah airnya para empu yang mengagumkan dunia; Tolstoy, Pushkin, Turgenev, Dostoyevsky, Gorky, Chekhov, dan Sholokhov. 

“Siapa tahu Iwan Jaconiah kelak dapat menimba pengetahuan mereka di Indonesia dan menjadi tokoh baru di sini. Kemauannya yang kuat untuk belajar merupakan modal baginya ke arah jaya,” sebut Remy, penuh harapan. 

Selain testimoni dari pencetus puisi mbeling itu, ada dua tokoh utama lainnya yang turut  membubuhkan pendapat dalam buku setebal 154 halaman ini. Mereka adalah Presiden Persatuan Nusantara Moskow Prof Dr Vilen Sikorski, dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid. 

Kehadiran buku “Hoi!” kian mengukuhkan Iwan dalam mengarungi jagat sastra Indonesia. Sebagai tokoh muda, dia adalah bukti kuat bahwa pesastra di era kontemporer haruslah terus belajar dan tidak mudah puas akan apa yang pernah diraih. 

“Ada akar kultural sebagai orang timur yang saya usung. Identitas ketimuran itu selalu melekat erat selama merantau di Rusia. Buku ini berisi hasil pengamatan dan pertemuan saya dengan diaspora Indonesia-Rusia. Sebagian besar dari mereka tidak pernah pulang karena persoalan politik di masa silam,” ujar Iwan dalam keterangannya seusai peluncuran bukunya. 

Penyair kelahiran Niki-Niki, itu telah mengharumkan nama Indonesia lewat ajang puisi dunia. Salah satu yang telah ia buktikan, yaitu sebagai penyair Indonesia pertama yang mampu meraih Diploma of Honor Award pada X International Literary Festival “Chekhov Autumn” di Yalta, Krimea (2019). 

Lewat buku “Hoi!”, Iwan kian memperpanjang kreativitasnya dalam dunia puisi. Sebelumnya, ia telah menghasilkan dua buku kumpulan puisi berjudul “Tapisan Jemari” (2005) dan “Rontaan Masehi” (2013). 

Iwan berharap masyarakat Indonesia dapat mengapresiasi karya sastra sebagaimana kaum akademisi Rusia telah menerapkan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di sejumlah universitas ternama di Moskow dan Saint Petersburg. 

Sementara itu, Sugiri menjelaskan peluncuran buku di restoran menjadi sangat unik dan jarang sekali. “Sangat jarang sekali peluncuran buku puisi diselenggarakan di tempat kami. Ke depannya, kami berharap agar diskusi dan peluncuran buku sastra terus terjalin dengan para pesastra di Tanah Air,” pungkas Sugiri, pria yang juga berprofesi sebagai pelukis nasional itu.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 3 = three