Lingkungan Sekolah Berperan Penting Cegah Tuberkulosis

Fit Afiat LEISURE TIME MOMENTUM Podium

Fokuskini – Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang bisa menyerang siapa saja termasuk menyerang usia anak. Sekolah sebagai salah satu tempat anak berkumpul dan berinteraksi memiliki peran penting dalam pencegahan penularan TBC.

TBC menjadi penyebab kematian ke-9 di dunia. Berdasarkan data dari Global TBC Report tahun 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi kedua sesudah India dengan perkiraan kasus tiap tahun adalah 845.000 kasus TBC. Setiap tahun memiliki angka kematian yang cukup tinggi yakni 98 ribu, atau setara dengan 11 kematian dalam 1 jam.

Kalau dilihat dengan angka kematian Covid-19 tahun yang lalu dalam periode yang sama, yakni bulan Maret ke Maret, kasus kematian karena Covid-19 ada 46 ribu. 50% dari angka kematian TBC.

Estimasi jumlah kasus TBC pada tahun 2019 sebesar 142.000 kasus. Dengan demikian TBC anak memiliki persentase yang cukup besar yaitu 17% di antara kasus yang ada di Indonesia.

Penemuan kasus TBC anak di tahun yang sama, ada 63.113 atau 62% yang diperkirakan. Sekitar 101.160 kasus anak yang harusnya ditemukan dan diobati yang mana penemuan dan pengobatan TBC anak sebesar 62% masih juga belum mencapai target yang diharapkan yaitu 75%.

Sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran penting dalam pencegahan penularan Covid-19. Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah menyusun Pedoman Sekolah Peduli TBC yang saat ini telah disosialisasi ke seluruh lembaga pendidikan di 34 provinsi.

Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan dr Maxi Rein Rondonuwu dalam keterangannya mengatakan Pedoman Sekolah Peduli TBC ini dalam rangka gerakan bersama melawan TBC pada satuan pendidikan yang telah disusun. Pedoman ini merupakan panduan dan standar program bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan pola peduli pencegahan penularan TBC.

”Kemenkes dan Kemendikbud Ristek sudah menyusun pedoman secara bersama Pedoman Sekolah Peduli TBC, dan pedoman ini merupakan bagian implementasinya yang dilakukan oleh lintas sektor dengan ujung tombaknya tentu pembina UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) baik di provinsi maupun di kabupaten/kota dalam mendukung dan berpartisipasi untuk promosi dan preventif daripada penularan TBC,” katanya dalam Sosialisasi Pedoman Sekolah Peduli TBC secara virtual, kemarin.

Tujuan dari sekolah peduli TBC adalah untuk menyebarluaskan informasi tentang TBC kepada seluruh lapisan masyarakat, dan khususnya kepada ekosistem pendidikan tentang pencegahan, penularan, pemeriksaan, dan pengobatan TBC yang berkualitas. Selain itu untuk memperkuat peran satuan pendidikan dalam pembentukan karakter dan perubahan perilaku menuju hidup bersih dan sehat.

”Gerakan ini menjadi penting, karena TBC sudah jelas menyerang semua kelompok umur termasuk anak-anak yang dalam laporan ada sekitar 1,12 juta anak di dunia terinfeksi TBC. Kita tahu bersama TBC itu penularannya cepat dengan percikan ludah, dari seorang penderita kepada orang yang di dekatnya atau droplet,” kata Dirjen Maxi.

Salah satu kelompok yang mempunyai risiko tinggi terjadinya penularan TBC adalah anak usia sekolah. Usia sekolah merupakan usia di mana anak menempuh pendidikan di satuan pendidikan dan sedang aktif memaksimalkan bakat potensi dirinya, serta mengenal lingkungan sekelilingnya. Hal ini mengakibatkan banyak interaksi dengan teman-temannya, dengan guru, dan pihak lain di sekolah.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Jumeri mengapresiasi penyusunan Pedoman Sekolah Peduli TBC. Ia berharap seluruh warga satuan pendidikan yang terdiri dari kepala sekolah, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat sekitar sekolah, dan orangtua dapat mengetahui dan menyadari ancaman TBC. Dengan demikian mereka yang terindikasi tertular TBC dapat aktif mengikuti terapi pencegahan tuberkulosis atau TPT yang merupakan upaya menurunkan beban

”Saya mengimbau kepada seluruh aspek yang dalam hal ini adalah LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) dan BP-PAUD (Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini), dan Dikmas (Pendidikan Masyarakat) untuk aktif melakukan advokasi dan sosialisasi kepada dinas pendidikan di daerah masing-masing dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai TBC anak,” terang Jumeri.

Sosialisasi dan advokasi yang dilakukan tersebut dapat dilakukan secara kolaboratif dengan tim Pembina UKS yang ada di daerah masing-masing. Dengan demikian sosialisasi dapat lebih terstruktur dan masif, sehingga target utama yaitu peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga satuan pendidikan mengenai definisi TBC Anak dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

77 − seventy five =