Usulan Kenaikan Bipih Dinilai Rasional dan Tepat

Agenda Baru LEISURE TIME MOMENTUM Podium

Fokuskini – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 1444 H/2023 M rata-rata per jemaah sebesar Rp 69.193.733,60. Angka ini naik jika dibandingkan dengan Bipih tahun lalu yang rerata berada pada kisaran Rp39 juta.

Bipih adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji. Bipih merupakan salah satu komponen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Komponen pembiayaan lainnya bersumber dari nilai manfaat. Yaitu, dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi. Pengembangan keuangan ini dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saipudin Jahar menilai, usulan kenaikan Bipih ini rasional dan tepat. Kenaikan ini juga menjadi upaya menghindari jebakan skema ponzi.

Asep menjelaskan, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Agama, pemberian nilai manfaat (NM) dana jamaah haji dari tahun ke tahun terus meningkat dan mengkhawatirkan keberlangsungannya. Misalnya, pada tahun 2010, nilai manfaat yang diberikan hanya Rp4,5 juta, sementara tahun 2014 sudah mencapai Rp19,24 juta. 

”Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatirannya sehingga kecenderungan skema ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” menurutnya dalam keterangan pers di Jakarta.  

“Tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan skema Ponzi, karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang,” sambungnya. 

Asep menegaskan penyesuaian komposisi Bipih dan Nilai Manfaat dalam BPIH menjadi penting. Sehingga, biaya untuk berhaji lebih berkeadilan dan proporsional. 

Asep yang juga Pembina Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama Tangerang Selatan (Lazisnu Tangsel) ini mengingatkan, kasus yang menimpa calon jemaah umrah First Travel tidak boleh terulang lagi. Harga murah yang ditawarkan First Travel, kata Lulusan McGill University dan Universitas Leipzig Jerman ini, ternyata karena perusahaan tersebut mempraktikkan skema Ponzi dalam pengaturan uang jemaahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ six = nine