Fokuskini – Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, hari Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Presiden Joko Widodo di forum rakernas tersebut mengatakan stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis.
”Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” harap Jokowi.
Infrastruktur dan lembaga yang ada, lanjutnya, harus digerakkan untuk memudahkan penyelesaian persoalan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi dan harus terkonsolidasi.
”Jadi target 14% itu bukan target yang sulit, hanya kita mau atau tidak mau. Asalkan kita bisa mengonsolidasikan semuanya dan jangan sampai keliru cara pemberian gizi,” ungkap Jokowi.
Hasil SSGI ini untuk mengukur target stunting di Indonesia. Sebelumnya, SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya mengatakan mulai 2021 SSGI dilakukan setiap tahun.
Penurunan stunting ini terjadi di masa pandemi bukan terjadi di masa biasa. Menteri Kesehatan mengharapkan di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi, sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai.
Secara jumlah yang paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten.
”Metode survei seperti ini sudah kita lakukan selama 3 tahun, bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Kita akan perbaiki ke depannya, kalau bisa by name by address. Kita usahakan ke sana, tapi kita secara bertahap tetap memakai metode pengukuran yang memang sudah sebelumnya dilakukan,” ungkap Menkes.
Kalau mau mengejar penurunan stunting hingga 14%, artinya mesti turun 3,8% selama 2 tahun berturut-turut. Caranya mesti dikoordinasi oleh BKKBN dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain. Standar WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%.
Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui dua cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo memberikan keterangan ihwal Rakernas ini yang bertujuan mensukseskan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar.
Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik, dan pilar kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.
Tahun sebelumnya, ada 2 juta perempuan yang menikah dalam setahun. Dari 2 juta setahun itu yang hamil di tahun pertama 1,6 juta, dari 1,6 juta yang stunting masih 400 ribu.
Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan untuk 3 bulan sebelum menikah, calon pengantin harus diperiksa kalau ada anemia dan kurang gizi diimbau menunda kehamilan demi kesehatan ibu dan bayi sampai gizi tercukupi