Fokuskini – Penyakit jantung bawaan pada anak di Indonesia memiliki prevalensi yang tinggi dengan ketersediaan pelayanan yang terbatas dan belum merata di seluruh tanah air.
Saat ini hanya ada 40 Rumah Sakit yang mampu memberikan layanan kateterisasi jantung (cathlab), dan 10 RS yang mampu melakukan bedah jantung terbuka. Masih dibutuhkan 1282 spesialis Jantung dan Pembuluh Darah serta spesialis lainnya untuk memberikan layanan Jantung dan Kardiovaskuler.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, setiap tahunnya sekitar 12 ribu bayi yang menderita penyakit jantung kongestif. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 6 ribu anak yang mendapatkan penanganan, sementara sisanya belum dapat tertangani yang kemudian berujung kepada kematian.
Mengurai persoalan tersebut, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Kardiolog Indonesia (PERKI) mengadakan penandatanganan Nota Kesepahaman dan perjanjian Kerjasama dengan keikutsertaan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia (IKAI) dan Kolegium Jantung Pembuluh Darah Indonesia (JPDI) menjalin kolaborasi pelayanan dan pendidikan pada bidang kardiologi anak dan penyakit jantung bawaan.
”Saya kagum dan bangga karena PERKI, IDAI, kolegium anak dan jantung yang sudah mau bekerjasama untuk bisa mengatasi masalah di masyarakat, karena sebenarnya banyak anak-anak kita yang memiliki penyakit jantung bawaan yang belum tertangani dengan baik,” dikatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Kolaborasi ini merupakan wujud nyata implementasi transformasi kesehatan pilar kedua. Transformasi pilar kedua mulai dari peningkatan jejaring RS rujukan terutama untuk pelayanan 9 penyakit prioritas, terutama untuk jantung, kanker, stroke dan ginjal, tersedia di semua provinsi serta didukung pengembangan fasilitas pelayanan rujukan sampai di remote area.
Kementerian Kesehatan bersiap meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan infrastruktur, memenuhi kebutuhan dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya, dan adanya penguatan sistem rujukan yang adekuat dari FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) ke Rumah Sakit rujukan.
Target tahun 2026, semua propinsi dan kabupaten/kota memiliki layanan untuk menangani kasus penyakit katastropik ini.
Dengan adanya nota kesepahaman ini akan mempercepat pemenuhan dokter spesialis dan subspesialis yang dapat memberikan pelayanan perluasan ke seluruh propinsi dan kabupaten/kota.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) dalam keterangannya mengungkapkan bahwa perjanjian kerjasama penanganan jantung anak merupakan momen bersejarah bagi pembangunan kesehatan, khususnya layanan jantung di Tanah Air. Ia optimis, kerjasama tersebut menjadi awal yang baik bagi peningkatan layanan jantung pada anak.
”Saat ini adalah era kolaborasi dan networking. Dengan kolaborasi ini kita akan lebih cepat menurunkan angka kematian akibat Penyakit Jantung Bawaan ini dalam perwujudan tindak nyata di lapangan, dan bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian anak akibat jantung di indonesia,” terangnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), dr. Radityo Prakoso SpJP(K) mengajak Kolegium dengan Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Penyakit Jantung untuk maju bersama guna memberikan output yang lebih baik supaya generasi muda bisa terselamatkan dan beban negara lebih ringan karena tetap bisa bekerja dan tidak menjadi beban masyarakat.