Fokuskini – Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi sebesar 358 juta ton CO2, 12,5 persen dengan kemampuan sendiri ataupun 446 juta ton CO2 yaitu 15,5% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai dokumen National Determined Contribution (NDC).
Selain itu, pemerintah Indonesia juga menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Untuk mengejar pencapaian tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggandeng Hitachi Energy untuk melaksanakan penandatanganan Letter of Intent (LoI) terkait pengembangan teknologi yang ramah lingkungan yang dilakukan oleh Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dengan Regional Head South Asia Hitachi Energy N Venu.
Terkait kesepakatan kedua belah pihak tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangannya menyampaikan bahwa pada tahun 2060 diprediksi kebutuhan listrik di Indonesia mencapai 1,942 TWh.
Untuk menyuplai kebutuhan tersebut, pemerintah Indonesia juga telah membuat roadmap untuk membangun pembangkit tenaga listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 700 GW hingga tahun 2060.
“Untuk mencapai hal tersebut, kita membutuhkan support dari segi teknologi, industri, dan infrastruktur dari seluruh stakeholder,” ujar Arifin.
Arifin menambahkan bahwa tantangan besar dalam penyediaan tenaga listrik EBT adalah infrastruktur kelistrikan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber energi berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Untuk itu, pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan program nasional supergrid untuk menyambungkan antar pulau di Indonesia, khususnya di pulau-pulau besar di Indonesia.
“Sekarang kita sedang berusaha menyambungkan dari Pulau Sumatera Bagian Utara hingga Pulau Jawa Bagian Timur,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa untuk mempercepat program tersebut dibutuhkan kolaborasi dan kerjasama dengan seluruh stakeholder nasional maupun internasional, salah satunya adalah dengan Hitachi Energy yang merupakan salah satu perusahaan yang memiliki teknologi dan transformasi digital yang diperlukan untuk mempercepat transisi energi.
Pada kesempatan yang sama, Dadan Kusdiana dalam laporannya mengatakan bahwa Letter of Intent antara Kementerian ESDM dengan Hitachi ini untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
“Kesepakatan yang dijalin kedua belah pihak adalah dengan transfer pengetahuan, studi bersama, hingga solusi pengembangan teknologi khususnya dalam bidang infrastruktur kelistrikan,” jelasnya.
Sementara itu, CEO Hitachi Energy Claudio Facchin menerangkan bahwa pihaknya sangat mendukung pemerintah Indonesia untuk mencapai target yang telah ditetapkan, dimana percepatan transisi energi merupakan kunci menuju NZE dan mengatasi darurat iklim.
“Kami sangat senang dapat mempererat hubungan jangka panjang di Indonesia dan mendukung pemerintah Indonesia untuk mencapai target-target ambisiusnya. Fokus area dari kolaborasi teknis ini meliputi integrasi energi terbarukan, interkonektor, kualitas daya, teknologi Grid Edge, serta solusi digital untuk menangani kompleksitas pasokan dan permintaan listrik yang baru. Ini adalah contoh kolaborasi yang baik untuk mencapai tujuan bersama dalam memajukan energi yang berkelanjutan di masa depan untuk semua orang,” tegasnya.
Selain acara penandatanganan kesepaktan, juga dilakukan lokakarya yang dibagi menjadi dua sesi, dimana sesi pagi dilaksanakan di Kantor Kementerian ESDM, dan sesi siang dilaksanakan di Hotel Pullman yang diikuti sekitar 150 peserta yang terdiri dari perwakilan Kementerian ESDM, PLN, praktisi, asosiasi, serta akademisi.
Sebagai informasi, Hitachi Energy adalah pemimpin teknologi global yang memajukan energi yang berkelanjutan di masa depan. Di Indonesia, Hitachi Energy telah hadir sejak tahun 1980 mendukung infrastruktur kelistrikan di Indonesia.
Hitachi Energy juga telah terlibat dalam beberapa proyek transisi energi di Indonesia. Salah satunya adalah menghubungkan PLTP 220 MW Rantau Dedap di Sumatera Selatan yang menyediakan listrik bebas karbon ke jaringan Sumatera.
Kemudian, menerapkan solusi Grid Edge di beberapa wilayah di antaranya Microgrid di Pulau Semau, Selayar dan Nusa Penida yang telah membantu memenuhi kebutuhan 20% dalam permintaan listrik termasuk selama KTT G20 lalu.