Darurat Pandemi Covid-19, Wamendag Ajak Dunia Usaha Tetap Optimistis

BACAAN UTAMA CITRA JAWATAN FIT AFIAT GUYUB FOKUS

Fokuskini – Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengajak dunia usaha untuk tetap optimistis melihat peluang perdagangan di pasar dunia ditengah darurat pandemi Covid-19.

“Tidak ada satu negara pun yang tidak mengalami kesulitan ditengah pandemi ini. Namun, kita tetap harus siap menghadapi situasi sulit ini sehingga kita memiliki kesempatan yang sama untuk bangkit dan melewati masa krisis. Kemampuan beradaptasi dengan the new normal dan kejelian melihat peluang ditengah pandemi adalah semangat yang harus kita bangun bersama, kita sebarkan dan terus kita jaga agar perdagangan Indonesia kembali pulih dengan cepat,” kata Wamendag Jerry melanjutkan keterangan.

Dikatakan Wamendag, status pandemi Covid-19 yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 12 Maret 2020 telah berdampak pada berbagai sektor, tidak terkecuali sektor perdagangan yang telah memasuki fase berat sejak kuartal pertama 2020, di mana bisnis tidak lagi dapat berjalan normal karena ketidakpastian global dan nasional.

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan tumbuh negatif 3 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini akan dirasakan paling dalam oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

Perdagangan dunia pada 2020 juga diperkirakan akan turun tajam menjadi negatif 11 persen dari 0,9 persen pada 2019.

Dengan gambaran kinerja perdagangan global dan situasi Pandemi Covid-19 saat ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 diperkirakan akan jauh lebih rendah dari target APBN 2020, dengan dua skenario yaitu buruk dengan tumbuh 2,3 persen dan terburuk atau tumbuh negatif 0,4 persen, meskipun IMF memprediksi sedikit lebih baik bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 0,5 persen.

Namun demikian, pada Januari—Maret 2020, neraca perdagangan Indonesia sebenarnya mulai membaik dan mengalami surplus sebesar USD 2,6 miliar terdiri dari surplus neraca nonmigas sebesar USD 5,7 miliar dan defisit neraca migas USD 3,0 miliar.

Ekspor Indonesia juga tercatat sebesar USD 41,8 miliar atau naik 2,91 persen dibandingkan Januari-Maret 2019.

Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang masih menjadi negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia dengan pangsa masing-masing sebesar 15,1 persen, 12,2 persen dan 8,7 persen terhadap ekspor non migas periode Januari-Maret 2020. Namun, yang perlu juga kita cermati pada masa pandemi ini, ekspor nonmigas justru tumbuh signifikan ke Singapura yaitu naik 35,4 persen dan Italia naik 22,5 persen.

Dari sisi produk, beberapa produk utama ekspor yang mengalami peningkatan tertinggi pada Januari—Maret 2020 (YoY) antara lain pakaian jadi bukan rajutan naik 84,2 peren, kendaraan dan bagiannya naik 36,2 persen; produk tekstil jadi lainnya naik 15,0 persen; CPO dan Turunann20ya naik 10,3 persen, serta elektronik naik 1,9 persen.

“Kita bisa memanfaatkan peluang pertumbuhan ekspor beberapa produk ini, namun tetap harus waspada akan kemungkinan penurunan ekspor andalan seperti CPO dan batubara, terutama ke India karena upaya self reliant. Keinginan menjadi negara mandiri melalui pemenuhan kebutuhan oleh industri di dalam negeri ini diprediksi akan banyak terjadi di beberapa negara lain di tengah pandemi,” ujar Jerry.

Wamendag Jerry juga mengungkapkan, selama masa pandemi Covid-19, para perwakilan perdagangan RI seperti Atase Perdagangan, Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), serta Kantor Dagang dan Ekonomi (KDEI) yang tersebar di 33 negara juga mengalami kesulitan untuk melakukan pameran dan mengumpulkan para buyer. Pembatasan sosial maupun lockdown yang diberlakukan di hampir seluruh negara telah membuat upaya menjalin kerjasama perdagangan tidak berjalan efektif. Beberapa pameran berskala nasional dan internasional juga dibatalkan sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

Namun, semua itu tidak boleh menjadi alasan untuk tidak memanfaatkan peluang mendorong ekspor Indonesia. Wamendag Jerry meyakini bahwa dalam situasi krisis biasanya meninggalkan pembelajaran. Beberapa catatan penting dari pandemi Covid-19 bagi perdagangan global, Pertama adalah perubahan pola perdagangan global.

Pandemi Covid-19 telah menunjukkan terganggunya supply dan demand dari berbagai bahan baku karena basis produksi di Tiongkok yang terganggu. Hal ini menjadi pelajaran untuk banyak negara termasuk Indonesia agar tidak menempatkan basis produksi terpusat atau bergantung di satu tempat dan akan lebih baik jika banyak negara terhubung dalam rantai pasok global untuk menjaga keberlangsungan pasokan. Situasi ini sekaligus menjadi peluang relokasi dari beberapa perusahaan multinasional yang ada di Tiongkok ke negara lain termasuk Indonesia pasca Covid-19.

Kedua, pentingnya kerjasama global. Situasi pandemi wabah tentu tidak bisa dihadapi sendiri. Oleh karena itu, Indonesia bersama negara-negara G20 dalam pertemuan secara virtual pada Maret 2020 lalu telah sepakat untuk membentuk front bersama guna mengatasi Covid-19 sebagai common threat.

Negara-negara G20 sepakat untuk menjamin pertukaran lintas negara yang lancar bagi obat-obatan dan perlengkapan kesehatan, produk utama pertanian, serta barang dan jasa esensial lainnya; menjamin ketersediaannya dalam harga terjangkau; dan mendorong penambahan produksi melalui pemberian insentif dan memfasilitasi investasi di sektor terkait.

Komitmen ini menjadi sangat penting, karena di sisi lain situasi pandemi juga telah membuat negara-negara mulai memproteksi perdagangannya. “Saya percaya, kita semua selalu optimis memandang masa depan Indonesia. Mari kita bergotongroyong dalam menjaga roda perdagangan agar tetap bergerak di tengah pandemi Covid-19,” harap Wamendag Jerry.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + two =