Penerapan registrasi online bagi calon wisatawan yang akan berkunjung ke Labuan Bajo khususnya Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur tidak hanya berkaitan erat dengan _carrying capacity_ dalam mewujudkan konsep pengelolaan destinasi premium, tapi juga bagian penerapan sistem keamanan dan keselamatan yang baik.
Hal itu bertujuan agar kelestarian Taman Nasional Komodo terjaga sebagai wilayah konservasi nasional tanpa menghilangkan kesempatan bagi wisatawan untuk tetap berkunjung dengan rasa aman dan nyaman, sehingga benar-benar mendapat pengalaman pariwisata yang berkualitas.
Juru Bicara Balai Taman Nasional Komodo, Muhammad Iqbal Putera, mengatakan, TN Komodo sebagai destinasi ekowisata kelas dunia sangat erat kaitannya dengan _carrying capacity_. Terlebih ekowisata bukanlah _mass tourism_ sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung perlu diatur atau tidak bisa dalam jumlah yang banyak dalam satu waktu.
“Salah satu caranya dengan menerapkan sistem registrasi online. Sistem ini sangat erat kaitannya dengan situasi pandemi Covid-19 sehingga pemantauan kesehatan dan pengawasan terhadap wisatawan itu bisa difungsikan melalui registrasi online. Jadi tidak hanya bermanfaat bagi ekosistem, tapi juga keselamatan petugas dan stakeholders terkait,” kata Iqbal dalam sesi “Travel Dialogue” yang diselenggarakan BOPLBF, akhir pekan.
Sistem registrasi online sejauh ini sudah diterapkan di Taman Nasional Komodo sejak September 2019 di dua lokasi yakni Batu Bolong dan Karang Makassar, kemudian terus berkembang hingga saat ini untuk diterapkan di tujuh titik wisata di TN Komodo. Berdasarkan kajian yang dilakukan pada 2018, ditetapkan _carrying capacity_ terhadap sejumlah lokasi di TN Komodo yang masuk dalam zona hijau (diperuntukkan untuk wisata) tersebut adalah Loh Liang maksimal 250 orang, Loh Buaya 150 orang, dan Pulau Padar 60 orang. Sementara untuk lokasi perairan Karang Makassar 32 kapal, Batu Bolong 8 kapal, Siaba Besar, dan Pulau Mawan 20 kapal per hari.
“Tapi kajian itu perlu diperbaharui setiap dua tahun sekali. dan karena angka itu berdasarkan kajian pada 2018, akan dibuat kajian terbaru untuk mendapatkan angka yang baru,” kata Iqbal.
“Penerapan registrasi online secara ideal ini akan dilakukan ketika semua pihak sudah familiar dengan sistem ini. Semoga bisa segera dilakukan karena _concern_ kita adalah peningkatan kembali kunjungan wisatawan dari luar negeri dan sebelum itu terjadi internal kita harus siap dulu. Dan salah satunya ini caranya,” ujar Iqbal.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat, Agustinus Rinus, di kesempatan yang sama menjelaskan, sistem registrasi online ini juga sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas agen-agen perjalanan yang ada di Manggarai Barat. Selama ini masih banyak agen perjalanan dari luar Manggarai Barat yang mendapatkan manfaat dari pariwisata Labuan Bajo namun tidak memberikan kontribusi pada daerah.
Berdasarkan data 2019, kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mencapai 187.128 dengan 55,9 persen di antaranya wisatawan mancanegara. Angka itu meningkat 875 persen dari tahun 2010 dengan lama tinggal rata-rata 6,9 hari dan jumlah pengeluaran USD978. Kontribusi pariwisata terhadap PAD Manggarai Barat di 2019 mencapai Rp40,605 miliar, meningkat 2.674 persen dari Rp2,37 miliar di tahun 2010. “Calon wisatawan dapat melakukan registrasi dengan agen perjalanan atau tour operator yang harus terdaftar di Manggarai Barat. Daftarnya dapat dilihat di situs registration.labuanbajoflores.id,” ujarnya.
Lebih jauh Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina, menjelaskan, registrasi online ini juga akan mendukung penguatan _safety and security_ yang menjadi faktor penting dalam dunia pariwisata juga ekonomi kreatif terutama di era adaptasi kebiasaan baru. Registrasi online, dengan wilayah konservasi dari TN Komodo sebagai dasar, nantinya sebagai wujud pembangunan sistem digital pariwisata terpadu yang terintegrasi dalam satu big data.
Menurut Shana, sistem digital pariwisata ini diharapkan akan menjadi rumah bagi pariwisata Flores dan NTT secara keseluruhan. Sistem ini dimaksudkan selain untuk mendata identitas para pengunjung yang datang dan menelusuri riwayat perjalanan para pengunjung, juga memperkuat penerapan tatanan normal baru di sektor pariwisata.
“Dengan sistem itu ketika ada keadaan darurat kami terbantu sekali. Dulu kalau ada kecelakaan kapal, atau kecelakaan diving kita kesulitan mencari tahu siapa operatornya mereka laporannya kemana. Dengan sistem registrasi online ini dan dikombinasikan dengan konsep _panic button_ dari Kemenparekraf akan lebih mudah orang memberi sinyal saat kondisi darurat dan akan langsung terhubung ke instansi yang terkait,” kata Shana.
Simulasi terhadap kondisi darurat tersebut awalnya akan disimulasikan di April 2020 namun tertunda akibat kondisi pandemi Covid-19. Namun Shana menegaskan bahwa pihaknya bersama pihak-pihak terkait telah menyusun action plan untuk di lapangan, dan dalam waktu dekat akan mengaplikasikan modul pertama di lapangan dengan pengoperasian _command center_ dan bertahap dengan berbagai fasilitas pendukung pada tahun depan.
“Kami akan pasang CCTV di titik keramaian dan ditargetkan selesai sebelum G20 di akhir 2022 dengan standar internasional,” kata Shana.