Fokuskini – Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut ada 20 penyakit yang termasuk Penyakit Tropis yang Terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs). Namun di Indonesia ada sejumlah penyakit NDTs yang diprioritaskan antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia.
NTDs adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu dalam keterangannya mengatakan, data Kemenkes mencatat sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis filariasis (penyakit kaki gajah). Sebanyak 9.906 kasus kronis filariasis tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.
”Dari target sebanyak 93, hanya 72 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi pada tahun 2021, dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Prof. Dr. Taniawati Supali M.Biomed dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia menerangkan penyakit kaki gajah ini ditularkan oleh larva yang ada di dalam nyamuk. Tahap awal orang terkena filariasis biasanya belum bergejala, masih normal.
”Ini yang susah untuk pengobatan tapi pasien bilang masih normal. Gejala awal demam ringan, itu yang menyebabkan mereka tidak sadar, kemudian bengkak, kempes, dan bengkak lagi dan tidak bisa kempes lagi,” ungkap Prof. Taniawati.
Untuk penyakit cacingan, di tahun 2021 terdapat 36,97 juta anak yang mendapatkan POPM (Pemberian Obat Pencegahan Massal). Hasil survei evaluasi pasca pemberian obat cacing dari tahun 2017 hingga tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat 66 kab/kota yang memiliki prevalensi cacingan di bawah 5%, dan 26 kab/kota yang memiliki prevalensi cacingan diatas 10%.
Schistosomiasis merupakan penyakit yang endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kementerian Kesehatan menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.
Peta jalan eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025 pun telah menjabarkan tahapan menuju eradikasi sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu; pengurangan tingkat kejadian infeksi pada manusia menjadi nol, pengurangan tingkat kejadian infeksi pada hewan menjadi nol, dan pengurangan jumlah keong yang terinfeksi menjadi nol.
Sebagai penyakit zoonotik, program pencegahan dan pengendalian schistosomiasis merupakan program yang membutuhkan integrasi dari banyak pemangku kepentingan dalam menjalankan surveilans, pengobatan, pemberantasan keong positif, rekayasa lingkungan, penyediaan sistem sanitasi dan air bersih, serta manajemen penggembalaan ternak.
Sejak tahun 2000 Indonesia dinyatakan telah mencapai status eliminasi kusta dengan angka prevalensi kusta tingkat nasional sebesar 0,9 per 10.000 penduduk. Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,45 kasus per 10.000 penduduk, dan angka penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk.
Selama 10 tahun terakhir, terlihat tren relatif menurun baik pada Prevalensi Rate (PR) angka prevalensi maupun angka penemuan kasus baru kusta atau New Case Detection Rate (NCDR). Kementerian Kesehatan menargetkan untuk mencapai eliminasi kusta tingkat provinsi pada tahun 2019 dan tingkat kabupaten/kota pada tahun 2024.
Pada tahun 2021 terdapat 6 Provinsi dan 101 kab/kota belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia, dan 26 provinsi masih memiliki angka cacat tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk.
dr. Sri Linuwih Sp.KK dari RSCM menjelaskan kusta sebetulnya penyakit kulit dan saraf. Utamanya ke saraf terlebih dulu, baru ke kulit. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae, suatu bakteri yang bersaudara dengan bakteri mycobacterium tuberculosis.
“Penyakit ini menular tapi memiliki daya tular yang rendah, memerlukan waktu bulanan hingga tahunan. Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas,” ungkap dr Sri.
Selanjutnya, berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/496/2017 terdapat 79 kab/kota endemis frambusia. Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan bahwa target eradikasi tingkat kabupaten/kota dapat dicapai pada tahun 2024. Jumlah kasus frambusia yang dilaporkan pada tahun 2021 sebanyak 185 kasus sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.